Allah itu Maha Melihat atau Al-Bashiir. Hal ini bisa kita pelajari dari Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani, dibantu dengan penjelasan ulama lainnya.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ
- Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.
Allah itu Al-Bashiir
Nama Al-Bashiir dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 42 kali. Di antaranya dalam firman Allah Ta’ala,
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
“Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”(QS. Ali Imran: 15, 20)
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4)
مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ ۚإِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ
“Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk: 19)
Nama Allah Al-Bashiir tersusun dari kata mubalaghah, yang bermakna Maha.
Maksud Allah itu Maha Melihat
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah ketika menerangkan ayat,
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 96); ia menerangkan bahwa Allah itu melihat apa yang manusia kerjakan, tidak ada yang samar dalam ilmu Allah. Allah mengetahui semuanya dari segala sisi. Allah yang menjaga dan mengingat amalan mereka, sampai nantinya akan memberikan hukuman. Bashiir berasal dari mubshir yaitu yang melihat, lalu diubah mengikuti wazan fa’iil. Sebagaimana musmi’ (yang mendengar) menjadi samii’, siksa yang pedih (mu’lim) menjadi aliim (sangat pedih), mubdi’ as-samaawaat (pencipta langit) menjadi badii’, dan semisal itu. (Sya’nu Ad-Du’aa’, hlm. 60-61. Lihat An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna, hlm. 164)
Al-Khatthabi rahimahullah menyatakan bahwa Al-Bashiir berarti yang Maha melihat, dan disebut Al-Bashiir karena mengetahui segala perkara yang samar.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan dalam pembahasan tambahannya dalam Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Al-Bashiir maksudnya bahwa Allah melihat segala sesuatu, walaupun itu kecil. Allah itu melihat jejak langkah semut hitam dalam kegelapan malam di tanah yang hitam. Allah juga melihat segala yang berada di bawah lapis bumi yang tujuh dan segala yang ada di langit yang ketujuh.
Samii’ dan Bashiir juga punya makna bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat mereka yang berhak mendapatkan hukuman sesuai dengan hikmah dari Allah. Makna terakhir ini merujuk pada hikmah.
Melihat itu Ada Dua Macam
- Allah memiliki penglihatan
- Allah itu memiliki bashirah, mengetahui segala sesuatu secara detail.
Perenungan Beriman kepada Nama Allah Al-Bashiir
Pertama: Penetapan sifat melihat bagi Allah karena Allah sendiri yang menetapkan untuk dirinya, dan Allah lebih tahu diri-Nya sendiri.
Kedua: Penetapan sifat melihat bagi Allah berarti menetapkan sifat sempurna karena yang buta dan melihat tentu berbeda. Coba renungkan ayat,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚأَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
“Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al-An’am: 50)
Tidak melihat itu sifat kurang sehingga tidak pantas dijadikan sesembahan. Sehingga Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengingkari bapaknya yang menyembah berhala seperti disebutkan dalam ayat,
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam: 42)
Begitu juga Allah mengingkari sesembahan orang musyrik dalam ayat,
أَلَهُمْ أَرْجُلٌ يَمْشُونَ بِهَا ۖأَمْ لَهُمْ أَيْدٍ يَبْطِشُونَ بِهَا ۖأَمْ لَهُمْ أَعْيُنٌ يُبْصِرُونَ بِهَا ۖأَمْ لَهُمْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۗقُلِ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ فَلَا تُنْظِرُونِ
“Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah: ‘Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh (kepada-ku)’.” (QS. Al-A’raf: 195). Bagaimana mungkin manusia yang menyembah lebih sempurna dari berhala yang disembah?!
Ketiga: Allah itu Al-Bashiir berarti Maha Melihat segala aktivitas hamba. Allah itu tahu mana yang pantas mendapatkan hidayah dan mana yang tidak pantas, begitu pula tahu mana yang pantas mendapatkan kekayaan dan yang tidak.
Dalam ayat disebutkan,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚإِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 27)
Juga dalam ayat yang lain,
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ ۚوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. At-Taghabun: 2)
Keempat: Allah itu Maha Melihat berarti Allah itu Maha Mengetahui segala yang kita perbuat dan Dia sangat malu ketika melihat hamba-Nya berbuat maksiat atau berbuat yang tidak disukai oleh-Nya.
Dalam hadits tentang masalah ihsan disebutkan,
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ , فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” (HR. Muslim, no. 8)
Cukup Tahu Allah itu Maha Melihat
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa ada seseorang melewati seorang wanita di suatu padang pasir pada malam hari. Ia katakan pada wanita tersebut, “Tidak ada yang menyaksikan kita saat ini selain bintang-bintang di langit.” Wanita itu menjawab, “Lantas siapa yang menciptakan langit tersebut, bukankah Dia melihat kita?”
Allah Ta’ala berfirman,
أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ
“Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq: 14). Lihat bahasan dalam Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, hlm. 156.
Cukup dengan mengetahui Allah itu Al-Bashiir membuat kita semakin takut berbuat maksiat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
- An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi. hlm. 158-164-167.
- Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah. hlm. 152-156.
- Syarh Asma’ Allah Al-Husna fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah. Cetakan ke-12, Tahun 1431 H. Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani. Penerbit Maktabah Malik Fahd. hlm. 60.
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
—
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Selasa sore, 29 Muharram 1440 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com